Ticker posts

Loading...

Header Widget

Sawah Responsive Advertisement

Solusi Damai Bermartabat,Berdasarkan Peri Kemanusiaan Dan Peri Keadilan

Solusi Damai  Bermartabat,Berdasarkan Peri Kemanusiaan Dan Peri Keadilan

Oleh:Alberth Krimadi

Solusi Damai  Bermartabat,Berdasarkan Peri Kemanusiaan Dan Peri Keadilan  Oleh:Alberth Krimadi.


Apa dan Mengapa kekerasan terus menerus terjadi terhadap orang asli Papua Barat yang berumpun bangsa Melanesia? 

Kekerasan berupa intimidasi teror, penculikan, penyiksaan, pemenjaraan hingga pembunuhan sadis yang dilakukan oleh TNI, POLRI dan Inteligent Negara Indonesia terhadap orang Papua hanyalah sebuah cara efektif negara Indonesia untuk menciptakan rasa takut orang Papua agar tidak menyuarakan hak politik Papua merdeka.

Kapan Kekerasan ini berawal? saat presiden Pertama Ir. Soekarno mengumumkan Trikora sejak 19 Desember 1961, implementasi nyata menggunakan mesing perang NKRI berupa kekuatan tentaranya melakukan aneksasi wilayah Papua Barat yang oleh orang Papua menyebutnya kejahatan perang karena aparat militer negara terlibat langsung dalam peristiwa tersebut.

Baca Juga : Parah Tokoh Dan Polres Sorsel Deklarasi Bersama Maybrat Damai

Dalam Media release ini, saya sedikit mengulas tentang akar masalah bagi rakyat Papua.Dimana sesungguhnya yang menyebabkan kedua belah pihak,Papua dan pemerintah Negara Indonesia sama-sama tahu, diaman sebagai salah satu akar masalah yang sangat fundamental di rakyata papua yakni; ketidak wajaran Wilayah dan rakyat Papua Barat dimasukan bagian integrasi Indonesia lewat kekuatan bangsa asing/ PBB mengakibatkan terjadinya malapetaka kemanusiaan terhadap rakyat bangsa Melanesia Papua Barat hingga saat ini tahun 2021.

Banyak sekali dokumen lokal, regional dan internasional medokumentasikan ketidak wajaran wilayah Papua Barat intgrasi kedalam negara Indonesia. Namun saya mengambil beberapa titik  mendasar akar persoalan.

KETIDAK WAJARAN

Dijadikan dasar pijak kita bersama untuk memulai melangkah guna mencari, menemukan hingga menggapai solusi damai yang bermartabat guna penyelesaian konflik Indoneia vs Papua Barat yang telah berjalan selama 60 tahun (6 dekade).

Baca Juga : DPC PKB Sorsel "Desak"Presiden Jokowi Bentuk Tim Ad Hoc Tuntaskan Konflik Papua

Inilah beberapa catatan dokumen yang menurut rakyat Papua terjadi ketidak wajaran yang, telah dilakukan oleh negara Indonesia dan pemerintah negara bangsa-bangsa asing anggota  PBB kepada Rakyat Papua adalah sebagai berikut:

1. Kejahatan Trikora 19 Desember 1961 sebuah penghadangan terhadap hak kemerdekaan rakyat bangsa Melanesia Papua Barat dengan menggunakan kekuatan angkatan perang negara Indonesia yang oleh orang Papua  dikategorinya sebagai kejahatan perang. 

2. New Agreement 15 Agustus 1962 yang ditandatangani Indonesia - Belanda yang disponsori pemerintah Amerika kemudian diratifikasi PBB digunakan untuk penentuan pendapat rakyat bagi orang Papua adalah ILEGAL. Atau dengan kata lain, New York Agreement adalah PINTU ILEGAL yang tidak wajar digunakan dalam proses penyelesaian status politik bangsa-bangsa manapun di dunia ini,termasuk terhadap rakyat Papua Barat. 

Baca Juga : Empat Jenazah Prajurit TNI Korban Penyerangan Pos Koramil Kisor Tiba di Sorong

3. Pengawasan seluruh wilayah Papua Barat diserahkan oleh PBB kepada negara Indonesia sejak 1 Mei 1963, telah menyalahi prinsip PBB dan hal ini tidak wajar berdasarkan prinsip PBB. Seharusnya pengawasan tersebut sambil menunggu proses Referendum berdasarkan prinsip PBB maka,  seharusnya PBB menyerahkan pengawasan wilayah Papua Barat hingga pelaksanaan penentuan pendapat rayat kepada negara angota PBB terdekat seperti singapura, Malaisia atau Australia. Tidak kepada Indonesia maupun Belanda.

4. Indonesia, Belanda, Amerika dan PBB mengingkari perjanjian New York 15 Agustus 1962, yang mengharuskan setiap orang dewasa perempuan dan laki-laki bebas memilih satu orang satu suara hanya 0,01 %) orang Papua yang memilih bergabung dengan NKRI dari 816,000 orang Papua. Tindakan PEPERA tahun 1969  tersebut sangat tidak wajar.

5. Negara Indonesia bersama anasir-anasirnya merekayasa resolusi PBB Nomor 2504 dan menafsirkan sendiri menurut sesukanya NKRI sebagai sebuah resolusi PBB yang mengikat wilayah Papua Barat menjadi bagian integrasi Indonesia. Padahal resolusi ini tulisan aslinya "NOTE" atau catatan yang memberikan mandat kepada negara Indonesia membangun wilayah dan manusia Papua Barat lewat bantuan Bank Dunia  dan melalui Bank Asia yang di implementasikan kedalam Otonomi Propinsi Irian Barat nomor 12 Tahun 1969 dengan masa implementasi resolusi ini selama 31 tahun ( 1969 - 2000) Gagal Total. Biaya bantuan Bank dunia tersebut NKRI gunakan untuk menghadirkan transmigrasi dan membiayai operasi militer secara terstruktur, sistematis dan  masif dimana hal ini teramat sangat tidak wajar.

6. UU Otonomi Propinsi Irian Barat nomor 12 tahun 1969  yang imlementasinya berjalan selama 31 tahun justru Papua Barat di berlakukan sebagai  Daerah Opreasi Militer/DOM yang sangat mengerikan membantai dan membunuh kurang lebih satu juta orang Papua ( menurut Sydney University Research tahun 2007 menyebutkan 763, 000 orang Papua hilang artinya banyak dibunuh, lari ke hutan dan mengungsi keluar negeri).

7. Undang-undang Otonomi khusus nomor 21/ tahun 2001 sebuah solusi damai yang bermartabat yang disetujui bersama antara rakyat Papua dan pemerintah negara Indonesia. Lagi-lagi di hianati oleh negara Indonesia dan selama masa 20 tahun otsus berjalan berbagai kekerasan terjadi silih berganti dimana wilayah Tanah Papua kini sedang di jadikan Daerah Operasi Militer dalam berskala  besar seakan akan sedang terjadi peperangan di Papua Barat dan lagi-lagi terjadi ketidak wajaran.

8.  Januari 2020 bertempat di Jayapura pihak DPRD, MRP, pihak Uncen, Unipa, LIPI juga hadir pihak TNI dam Polri mengevalusia implementasi undang-undang  Otsus Papua nomor 21/ 2021 berakhir dengan kesimpulan, Otsus telah gagal total. Otsus hanyalah sebuah slogan koson belaka, kekersan terus meningkat pertumpahan, tetesan daran dan air mata terus mengalir di atas tanah Papua yang memiliki slogan kosong sebagai TANAH DAMAI. 

Bagaimana, Menggapai Solusi Damai?

Untuk menggapai sebuah solusi damai yang bermartabat antara pihak Papua dan pemerintah Indonesia tentu keduanya memulai dengan itikat luhur yang jujur adil. Maka pastilah mengalir sumber kedamaian yang kita imginkan bersama, dimana kedua belah pihak harus berjiwa besar berani mengakui letak kekeliruan disusul  sebuah rekonsiliasi mengarah pada menempatkan harkat martabat manusia pada tempat yang mulia dan terhormat serta mengembalikan hak milik masing-masing kedua belah pihak (Papua maupun Indonesia).

Menyimak delapan point ketidak wajaran tersebut di atas, hingga saat ini membuat seluruh rakyat Papua Barat sangat marah, benci, dendam dan tidak lagi percaya kepada pemerintah negara Republik Indonesia. Bila ada elite Papua yang datang mengatas namakan seluruh rakyat Papua Barat katakan rakyat Papua senang NKRI, itu bohong besar. Data MRP selaku wakil rakyat Papua propinsi Papua dan Papua Barat mayoritas, menolak otonomi lanjut namun dipaksakan dan sudah di sahkan  15 Juli 2021. Akan memperpanjang konflik berdara yang tidak akan berakhir diatas tanah Papua,                                                                      

berdasarkan pengamatan saya selaku Ketua DPC PKB Sorong selatan yang hidup di tengah-tengah masyarakat saya,  sering terungkap mayoritas orang Papua tidak lagi percaya terhadap Negara Indonesia. Menurut mereka tak ada masa depan dalam NKRI. Kini saatnya pihak NKRI dan Papua keduanya harus berani duduk secara bermartabat melakukan perundingan damai menetapkan langkah-langkah konkrit sebagai solusi damai  dan ini menjadi catatan yang perluh diketahui. Pemerintah Pusat dalam hal ini Bapak Presiden Ir.Jokowidodo bahwa selama ini elit Politik Papua yang mewakili rakyat Papua baik di Birokrasi bahkan di lembaga Parlemen tidak mampu bertkata jujur tentang sebenarnya persoalan sesungguhnya yang terjadi di tanah Papua kepada Pemerintah Pusat, agar Pemerintah Pusat Jakarta segera mencari solusi Damai di Tanah Papua.

Ini menyebabkan Selama 6 dekade, Pemerintah Indonesia selalu berasumsi bahwa tidak bisa berunding dengan rakyat Papua karena alasan banyak suku, banyak organisasi, banyak pemimpin dan sebagainya. Terlebih lagi negara Indonesia (Pemerintah Jakarta) berucap hanya bisa berunding dengan oraganisasi setingkat negara. Dengan jujur dan benar saya tegaskan bahwa, akar konflik berdarah-darah di atas tanah Papua sejak integrasi Papua ke dalam NKRI adalah konflik IDEOLOGI POLITIK PAPUA MERDEKA. Bukan soal infrastruktur, jabatan pekerjaan, makan minum dan sebagainya sekali lagi akar persoalannya adalah Ideologi Politik Papua Merdeka dan selama ini kami ceramati bahwa Institusi Politik Rakyat Papua setingkat negara sudah ada, pemimpin, struktur organisasi negara dan agenda negara Papua Barat merdeka sudah ada termasuk kebijakan negara Papua yang dikenal dengan West Papua Green State Policy mendapat dukungan dari mayoritas rakyat Papua Barat.

Organisasi Negara tersebut bernama United Liberation Movement for West Papua, memiliki Eksekutif (ULMWP) Legislatif dan Yudikatif. Sistem Pemerintahannya adalah Sistem Parlementer dimana Presiden selaku Kepala Negara Papua dipercayakan kepada Tuan Benny Wenda yang berkedudukan di Inggris, Perdana Menteri selaku Kepala Pemerintahan di jabat oleh Tuan Edison Waromi, S.H berkedudukan di Jayapura wilayah negara Papua Barat, dan Menteri Luar Negeri di jabat oleh Tuan Jacob Rumbiak berkedudukan di Victoria Australia dengan perangkat pemerintahan negara telah memenuhi unsur mendirikan negara berdasarkan konvensi Montevideo tahun 1933. ULMWP dibawa pemimpinan tersebut juga memiliki sayap politik, diplomatik, militer dan intelligent berada dalam satu komando dan bekerja saling berkoordinasi. dalam ULMWP kepemimpinan tersebut, mendapat pengakuan dukungan dari MSG, PIF, ACP dan beberapa negara Eropa, Asia dan Timur Tengah seluruhnya berjulam 85 negara dari 193 negara anggota PBB saat ini. ULMWP dalam kepemimpinan tersebut telah meperoleh dukungan media cetak dan elektronik terkenal lokal, regional dan internasional dan electroni dunia. Pemerintahan Sementara Papua Barat ULMWP memiliki hubungan resmi dengan 85 negara merdeka resmi anggota PBB. menempatkan status ULMWP sejajar dengan Negara Republik Indonesia dan para pemimpinnya pun diakui selaku pejabat pemerintahan negara Papua Barat yang sah dan wajar ditemui pejabat negara Indonesia guna mengatur agenda perundingan damai guna mencari, menemukan hingga tiba pada menggapai solusi damai tuntas menyeluruh penyelesaian akar persolan Idiologi Politik Papua merdeka secara damai dan bermartabat. 

Saran sekaligus permohonan saya selaku DPC PKB Sorong Selatan kepada Bapak Presiden Jokowidodo. Segera membentuk tim Ad Hock melakukan dialog damai yang bermatabat dengan pemimpin kunci milik seluruh rakyat Papua Barat hari ini yakni, Tuan Presiden ULMWP Benny Wenda, Perdana Menteri ULMWP Tuan Edison Waromi dan Tuan Jacob Rumbiak (Menlu ULMWP).

Sebuah kebenaran selalu memberikan ruang dan waktu bagi semua pihak. Mempertontonkan benar dan jahat setelah itu, kunjung tiba kebenaran itu sendiri menjelaskan posisinya yang disaksikan oleh semua pihak itu pula. Berdasarkan fakta dan data meletakannya pada kesimpulan atas kebenaran itu sendiri yang selalu hadir paling akhir.

Akhir kata"Ketika Keadilan hadir pasti terciptalah kedamaian sejati  bagi umat manusia".

Sekian dan terima kasih.

Tanah Papua, 09 September 2021.


(Penulis merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai  Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat)

Posting Komentar

0 Komentar