Ticker posts

Loading...

Header Widget

Sawah Responsive Advertisement

Air Kabur Di Tubuh Dewan Adat Papua


Mediafajartimur.com, Menjawab pertanyaan publik terkait dualisme kepemimpinan DAP selama ini, kepada media ini Minggu 24 Oktober 2021 W. Rumaseb selaku Sekretaris Umum DAP hasil KBMAP Baliem menjelaskan perjalanan dewan adat papua sehingga menimbulkan dualisme kepemimpinan di dewan adat Papua itu sendiri. Menurutnya hal ini harus disampaikan agar bisa dipahami semua orang asli Papua. 

Berikut Penjelasannya.


Dewan Adat Papua lahir pada Februari 2002, di tengah hangatnya suasana pasca Kongres Rakyat Papua II tahun 2000, yang membawa Papua Merdeka dari hutan ke kota. 

DAP didirikan supaya perjuangan Bangsa Papua utuh; bukan untuk hak politik saja, tetapi kita  berjuang juga untuk hak-hak dasar orang asli papua.

Sejauh ini, DAP sudah 3 kali berganti pemimpin. Ketua pertama (2002-2007) Tom Beanal, Kepala Suku Amungme, yang juga Wakil Ketua Presidium Dewan Papua. Kedua (2007-2012) Forkorus Yaboisembut (sebelumnya Ketua Dewan Adat Wilayah Mamta). Ketiga,  muncul 2 figur Ketua DAP dalam dua forum terpisah. Mananwir YP Yarangga (Ketua DAD Biak/Ketua DAW Saireri) hasil KBMAP III di Biak 2015 dan Dominikus Surabut (Pimpinan Dewan Adat Suku Hubla) hasil KLBMAP di Wamena 2017.

Karena aturan, ketika terpilih menjadi Ketua DAP, baik Tom maupun Forkorus langsung melepas jabatan di suku dan wilayah. 

*Struktur DAP*

DAP terdiri dari satu struktur pusat, 7 wilayah, daerah dan suku.

Tujuh wilayah adat Papua diadopsi DAP dari pembagian wilayah berdasarkan  hasil kajian dan temuan para antropolog Belanda yang mengklasifikasi  suku-suku di Papua ke dalam 7 kesatuan  wilayah dengan ciri dan warna budaya yang sama atau serumpun (Tabi, Saireri, Doberay, Bomberay, Anim - Ha, La Pago dan Mee Pago).

Setiap dewan adat wilayah membawahi beberapa dewan adat daerah dan dewan adat daerah membawahi beberapa dewan adat suku.

Sistem di Dewan Adat Papua berbanding terbalik dengan sistem yang dianut kebanyakan organisasi. Kekuasaan tertinggi ada di tingkat suku. Dewan Adat Papua maupun wilayah lebih merupakan wadah koordinatif yang menerima dan melaksanakan mandat dari masyarakat adat (suku-suku). 

Jabatan ketua dewan adat dari pusat sampai suku hanya bisa diisi oleh orang yang punya kedudukan sebagai pemegang hak kesulungan di marga dan sukunya (mananwir, ondoafi, tonowi, sera dan lain-lain). Pengukuhan menjadi pemimpin marga atau suku tidak bisa dipaksakan atau direkayasa untuk kepentingan apapun, tapi harus terjadi atas kesadaran dan dorongan dari komunitas adat terkait.

Jabatan lain di luar itu (kepala pemerintahan adàt atau ketua peradilan adàt dan lain-lain) boleh diisi oleh figur mana saja sesuai ketrampilan dan kebutuhan.

Karena itu di dewan adat tidak berlaku pelantikan untuk seorang ketua dewan adat. Yang ada hanya pengukuhan yang dilakukan oleh para sejawat figur yg dikukuhkan.

Jika dewan adat daerah terdiri dari beberapa dewan adat suku, maka  Dewan Adat Banyak adalah perkecualian. Dewan adat Byak merupakan dewan adat suku yg diberi status sebagai dewan adat daerah karena populasi suku Biak yg besar dan mendiami wilayah geografis yg cukup luas. Demikian juga dewan adat di sejumlah wilayah.

Selain pimpinan Dewan Adat  Papua, ketua umum dan sekretaris umum lembaga-lembaga di bawah DAP serta ketua dan sekretaris dewan adat wilayah dan daerah adalah anggota  pleno dewan adat Papua. Mereka berhak hadir dalam setiap forum DAP.

*Sistem Pengambilan Keputusan*

Untuk pengambilan keputusan di DAP, ada forum-forum yang terdiri dari : KBMAP (digelar sekali dalam 5 tahun), Sidang Tahunan, Rapat Pleno dan Rapat Khusus. Format ini berlaku juga untuk tingkat wilayah, daerah dan suku. 

Konferensi adalah forum pengambilan keputusan tertinggi di masing-masing tingkatan Pengangkatan ketua dewan adat  Papua,  wilayah, daerah dan suku wajib dilakukan dalam forum tertinggi.

Meski demikian, sejak DAP berdiri hanya beberapa wilayah saja yang sudah melaksanakan konferensi dan menetapkan ketua dewan adatnya. Sebagian belum, termasuk wilayah Bomberay, Anim Ha, Mee Pago dan Saireri. Penetapan ketua dewan adat wilayah dari 4  wilayah ini dilakukan berdasarkan kehadiran para tokoh pada forum-forum DAP.

*Organisasi Di Bawah DAP*

Untuk memahami tujuan, tugas dan sasaran kerja DAP, kita harus tau garis besar rencana kerja yg ditetapkan dalam KBMAP I tahun 2002. Ada enam belas bidang program pembangunan yang ditetapkan untuk dilaksanakan oleh DAP (ekonomi., politik, kesehatan, hukum, perempuan dan anak, budaya dan naker, informasi dan kemanan dusun, kerja sama, pemuda, kependudukan,  pendidikan, lingkungan hidup, pertanian, organisasi, perencanaan dan pengawasan, keuangan).

Secara umum kerja DAP terdiri dari dua bagian besar. Pertama penataan struktur, nilai dan tatanan adat. Yang kedua, penataan, pengembangan  SDM dan pengelolaan semua potesi sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat adat.

Mengingat luas cakupan dan beratnya tugas2 itu, yang tidak mungkin dipikul oleh para pemimpin adat, maka dibentuklah 3 organisasi di bawah DAP yg diberi mandat untuk mengeksekusi program-program non adat, yakni Yadupa (Yayasan Anak Dusun Papua - 2003),  Petapa (Penjaga Tanah Papua - 2004), dan KAPP (Kamar Adat Pengusaha Papua - 2006). Ketiga organisasi berada di bawah Pemerintahan Adat Papua.

*Anggota Dewan Adat Papua*

DAP adalah "perahu" milik masyarakat adat. Karena itu muatannya harus jelas, muatan milik masyarakat adat. Tidak boleh ada muatan gelap. 

Mengapa? Karena adat itu sakral. 

"Adat itulah undang-undang Tuhan."_(Kijne - syair Ny. Rohani) .

_".....adat sudah ada sedemikian rupa, sudah diatur baik, sudah ada nilai-nilai di dalamnya: kejujuran dan kebenaran"_ (Bruder Theo van den Broek).  Kebenaran dan kejujuran itu mutlak dari Tuhan. Artinya apa, kalau dua hal ini wajib ada dalam adat?

Keanggotaan DAP diatur dlm TAP KBMAP 2002 Nomor: 07/KBMAP/II/2002 tentang 10 Kriteria Anggota Dewan Adat Papua sebagai berikut: 1. Orang Adat Papua; 2. Tahu Adat Papua; 3. Mencintai dan setia kepada alam dan manusia Papua; 4. Beriman dan bersikap jujur; 5. Menghargai dan mengakui kedaulatan adat dari masing-masing wilayah; 6. Mengutamakan kepentingan adat; 7. Memiliki pandangan dan pengalaman yg luas, serta pendidikan yg memadai; 8. Mampu bekerja sama; 9. Tidak membedakan suku, agama dan ras; 10. Menguasai bahasa sukunya/bahasa ibunya.

Anggota DAP yang ada saat ini (dua kubu), datang dari  latar belakang dan punya motivasi yang berbeda-beda meski kami semua sama dalam satu hal, yakni bekerja tanpa digaji. Ini kondisi yang terjadi, sejak DAP berdiri Februari 2002. 

Ada yang  mengabdi penuh untuk kepentingan DAP dan MAP meski pulsa cari sendiri, sewa tempat tinggal usaha sendiri, transport dll urus sendiri.  Semua hanya demi DAP.

Ada juga yang pernah meninggalkan tugas di bawah  PDP demi menjadi kader parpol supaya bisa ke DPR; setelah purna tugas di DPR baru bersandar ke DAP. Ada juga yang ASN.

Ini membuat ada saja perilaku yang mengarah pada kepentingan sendiri, yang cederung mencoreng organisasi DAP dan  merugikan masyarakat adat Papua. 

Misalnya, sekretaris Umum DAP versi Biak adalah juga kepàla salah satu organisasi dibawah. Ini sebuah kekacauan dalam penerapan statuta DAP karena dengan menjadi itu Sekum DAP menempatkan diri di bawah Kepala Pemerintahan Adat Papua; posisi yg menyulitkan Kepala Pemerintahan Adat untuk mengaudit organisasi dimaksud.

*Kisruh Di Tubuh DAP*.

Dalam beberapa waktu terakhir, terjadi debat di kalangan masyarakat adat Papua yang pro dan  kontra terhadap rencana KBMAP IV di Kaimana. Hal ini dikarenakan ada dua kubu dalam tubuh DAP. Pertanyaannya, kenapa ada dualisme di tubuh DAP? 

Saya perlu membagi catatan ini secara benar dan jujur untuk kita semua supaya jelas, kenapa sampai ada dua versi DAP.

Sebenarnya, ada alasan lain yang menyebabkan pecahnya DAP (saya kira itu alasan utama), yaitu soal kiblat DAP terhadap masalah yang dalam istilah  Latin disebut  *_arors sup ine_*. Tapi di sini saya hanya fokus pada KBMAP III di Biak.

Baik DAP versi Biak (ada yg menyebutnya DAPIndo) maupun DAP versi Baliem lahir melalui KBMAP. DAP versi Biak melalui KBMAP III (November 2015) dan DAP versi Baliem melalui KLBMAP di Wamena pada Agustus 2017.

KBMAP III dilaksanakan tahun 2015 untuk mengevaluasi kinerja Pengurus dan progress kerja DAP periode 2007/2012. Ada jarak waktu yg cukup jauh karena Ketua DAP periode tersebut harus menjalani proses hukum pasca KRP 3, tahun 2011.

KBMAP selalu didahului oleh Rapat Pleno untuk menginput laporan dan pandangan dari daerah-daerah di 7 wilayah adat serta  menginventarisir poin-poin agenda yang akan didorong ke KBMAP. 

Sejak awal KBMAP di Biak sudah bermasalah,  dimulai dari Rapat Pleno di Jayapura; _entah apa tujuannya dan siapa aktor dibalik itu_, tapi yang jelas ada pelanggaran terang-terangan terhadap Statuta dan Pedoman Dasar DAP maupun ketetapan forum-forum DAP. 

Berikut ini beberapa kesalahan yg disengaja.

1. Undangan rapat Pleno DAP untuk menetapkan agenda KBMAP III dikirim ke berbagai daerah jauh-jauh hari sebelum waktunya. Tapi undangan untuk Sekretaris III disampaikan melalui alamat orang lain di Kotaraja, Jayapura  pada subuh, beberapa jam sebelum sidang dibuka. Padahal antara meja kerja sekretariat panitia dgn pintu rumah tempat tinggal Sekretaris III di Waena hanya berjarak kurang dari 15 meter.

2.  Tanpa alasan, Ketua  Umum dan Sekum KAPP sebagai anggota pleno DAP tidak diundang ke KBMAP III.

3. Sekretaris III DAP dan Bendahara Umum DAP saat registrasi di sekretariat Panitia di Biak, langsung diberi tanda pengenal sebagai peninjau di KBMAP III; seharusnya mereka peserta karena statusnya sebagai anggota Pleno DAP.

4. SPP (Solidaritas Perempuan Papua - organisasi sayap dari Presidium Dewan Papua) dibolehkan masuk sebagai peserta KBMAP III, padahal SPP bukan bagian dari DAP. Ini melanggar statuta dan mencederai kesakralan forum-forum adat sejak leluhur, di mana kepentingan perempuan dan anak-anak selalu ada dalam tangan para  pemimpin adat  sehingga dua unsur ini tidak boleh duduk dalam forum-forum tersebut.

5. Rapat Pleno DAP di Jayapura sepakat bahwa keputusan tentang  tempat  pelaksanaan KBMAP III akan dilakukan dlm pertemuan tersendiri antara DAP dan  dua daerah yg mengajukan diri sebagai calon tuan rumah yaitu  Biak (lisan) dan Wamena (tertulis).

Pertemuan dimaksud  terjadi di Serui dengan menghadirkan Pimpinan DAW Saereri tanpa mengundang Pimpinan DAW La Pago.

6. Penaggungjawab keamanan forum2 DAP sejak 2004 adalah Petapa. Dalam KBMAP III di Biak, pengamanan sepenuhnya ditangani pihak asing yg bukan bagian dari DAP atau masyarakat adat Papua. Ini untuk pertama kali dalam sejarah DAP, Petapa ditendang keluar  dari tempat mengabdinya demi mengamankan muatan gelap yang dibawa  dalam perahu DAP.

7. Pasca terpilihnya  Forkorus Yaboisembut sebagai Ketua DAP (periode 2007-2012) dlm KBMAP II, semua anggota  DAP tahu bahwa ada 3 figur bakal Ketua DAP yg mungkin akan muncul pada KBMAP III, yaitu: Pertama. Mananwir YP Yarangga (Saireri). Kedua, Apolos Sewa (Doberai). Ketiga, Lemok Mabel (La Pago). 

Dalam perjalanan, sudah terlihat jelas bahwa dari ketiga figur itu, hanya Mananwir YP Yarangga satu-satunya yang punya kans menjadi Ketua Umum dan dipastikan akan terpilih pada KBMAP III. Artinya, rekayasa dengan menabrak aturan  untuk memenangkan orang yang sudah pasti akan jadi Ketua DAP merupakan akal bulus dari kelompok kepentingan yang berusaha jadi pahlawan padahal  mereka mengacaukan DAP.

Ini semua fakta-fakta yang melandasi penolakan 4 DAW terhadap hasil KBMAP III Biak melalui Rapat Pleno di Jayapura pada 4 November 2015 dan menyepakati KLBMAP di Wamena.

Jadi KLBMAP yang dilaksanakan di Wamena bukan langkah tandingan karena ambisi untuk merebut posisi ketua DAP; itu murni penolakan  oleh para anggota Pleno DAP melalui mekanisme yang sah  berdasarkan statuta, sebagai akibat dari  manufer tangan-tangan liar di tubuh DAP yang memporak porandakan DAP dan perjuangan masyarakat adat Papua. 

Kisruh dalam tubuh DAP bukan hanya seputar KBMAP III di Biak yang sarat masalah. Ada banyak masalah yang berkaitan dengan kepentingan kelompok di DAP dan saya yakin para anggota WAG ini sudah menyaksikan sendiri. 

Demikian catatan ini dibuat supaya jadi jelas untuk semua bahwa ada masalah yang  serius dan mendasar terkait kepentingan kelompok dan indifidu yang merusak DAP. 

Dewan Adat versi mana yang benar bukan ditentukan oleh ucapan ondoafi ini, atau mananwir itu; juga tidak ditentukan oleh kata pendeta anu atau pendoa anu. DAP punya aturan yang baku (tertulis maupun lisan) dan atas dasar itulah para anggota pleno berhak menentukan sikap mereka terhadap kepemimpinan DAP lahir dari proses yang cacat.

Untuk mengakhiri dualisme ini, seharusnya para pemangku kepentingan KBMAP Kaimana membuka ruang melalui  Pleno untuk penyatukan atau merekonsiliasi dua kubu sebelum melangkah,  namun itu tidak terjadi walaupun sudah diwacanakan. Karena itu, sikap kami masih tetap sama, menolak agenda di Kaimana.

DAP versi Baliem akan fokus pada  rekonsiliasi sebelum melakaanakan KBMAP yg bersih tahun depan. Dewan Adat Papua harus dibersihkan dari tangan-tangan liar yang terus membuat kabur air untuk kepentingan makan minumnya. (RED.MFT/JD).

Posting Komentar

0 Komentar