Tarian adat Worok saat dibawakan dengan nyanyian lagu adat Wyoun saat acara peresmian gedung gereja baru GKI Markus Kohoin. Doc.MFT.JD
Mediafajartimur.com, Sorong Selatan - Ada hal yang unik dan menarik perhatian penulis saat peliputan acara Peresmian Gereja baru GKI Markus Kohoin Klasis Teminabuan di Sorong Selatan pada Minggu (17/10). Keunikan itu nampak ketika beberapa orang tua-tua pemuka berdirinya jemaat GKI Markus Kohoin membawakan tarian adat Worok dan lagu adat Wyoun. Lagu dan tarian adat ini adalah budaya adat suku Tehit Sfa. Suku Tehit Sfa adalah salah satu sub suku Tehit di kabupaten sorong selatan yang mendiami daerah dataran tinggi (Pegunungan) distrik sawiat dan sekitarnya.
Beberapa tua-tua gereja mereka berdiri lengkap dengan pakaian adat sambil nyanyikan beberapa lagu Wyoun diikuti tarian adat Worok sambut kedatangan pelayan dan majelis jemaat yang membawakan alat-alat sakremen dari gereja lama menuju gedung gereja baru yang akan diresmikan.
Diketahui, jaman dahulu sebelum Injil Allah masuk di tanah Papua, nama "Wyoun" dikenal sebagai suatu pendidikan yang diciptakan pada jaman dahulu oleh para leluhur.
Menurut penjelasan beberapa sumber orang tua-tua yang membawakan tarian, mereka menjelaskan bahwa sebutan nama Wyoun adalah murid yang sedang mengikuti pendidikan pada rumah adat yang disebut "MbolFle". Sedangkan yang menjadi dosen atau guru disebut dengan nama "Wofle". Wofle inilah yang bertanggung jawab mendidik para murid Wyoun di rumah adat Mbolfle hingga tamat atau diwisudakan.
Keterangan berbagai sumber yang dihimpun media ini menyatakan bahwa materi-materi pendidikan yang diajarkan pada sekolah Wyoun sama persis dengan cerita kitab suci Alkitab. Mbolfle yang dijadikan sebagai tempat sekolah diidentikan dengan gereja, sedangkan Wyoun adalah Umat Tuhan yang datang berbondong-bondong mencari Tuhan di baitNya yang kudus. sedangkan Wofle diidentikan dengan Pendeta yang dipakai Tuhan memberitakan Injil kebenaran Allah kepada umat Tuhan dibaitNya yang Kudus. Sekolah Wyoun dikenal sebagai sesuatu yang sakral dilakukan pada jaman itu.
Untuk itu, menurut salah satu tokoh adat suku tehit Sfa Bastian Salamuk yang memimpin tarian adat pada saat peresmian gedung gereja baru GKI Markus Kohoin menjelaskan, jika dikaitkan dengan situasi peresmian gedung gereja baru maka lagu dan tarian adat itu harus diangkat dikarenakan kisahnya sama persis dengan pendidikan Wyoun yang dijalani orang tua-tua pada saat itu
Bastian menambahkan, Mayoritas umat Tuhan yang ada di jemaat GKI Markus Kohoin didominasi oleh suku tehit Sfa sehingga tarian dan lagu adat tersebut harus dibawakan pada acara peresmian. Menurutnya Nyanyian dan tarian adat yang dibawakan seharusnya mencerminkan budaya 3 suku yaitu tehit pantai (Mlahya, Mlafle), Tehit Sfa dan suku maybrat yang merupakan warga jemaat tetap GKI Markus kohoin akan tetapi waktu yang dibatasi sehingga hanya tarian Worok dengan nyanyian adat Wyoun suku tehit Sfa saja yang sempat dibawakan pada saat acara peresmian.
Bastian salamuk yang kesehariannya menjabat sebagai kepala kampung Tegirolo distrik teminabuan juga menjelaskan, tarian adat Worok yang mereka bawakan adalah tarian adat Penyambutan yang digunakan para leluhur pada jaman itu untuk menyambut murid-murid yang sukses menjalani pendidikan adat selama beberapa bulan di tengah hutan. Mereka dengan sukacita menyambut kedatangan para Wyoun yang dianggap maha suci yang datang membawa kabar ilahi.
Menurutnya jika dikaitkan dengan situasi peresmian gedung gereja baru, maka untuk penyambutan Pendeta dan alat-alat sakremen yang melambangkan kesucian Allah itu harus disambut dengan tarian Worok dan nyanyian adat Wyoun karena kisahnya sama persis dengan pendidikan Wyoun yang dijalankan orang tua-tua pada saat itu.
Bastian melanjutkan, Ketika warga jemaat sukses mengerjakan rumah Tuhan, dengan kesuksesan itu tarian adat Worok juga harus diangkat sebagai ungkapan rasa syukur dan semangat warga jemaat.
Beberapa tokoh adat yang membawakan tarian tersebut antara lain Wehelmus Saflafo, Danyel Kaliele dan Bastian Salamuk. Mereka mengatakan bahwa ada 3 lagu Wyoun yang diangkat pada saat acara peresmian gedung gereja baru. 3 lagu tersebut memiliki arti yang berbeda-beda.
Salah satu tokoh adat Wehelmus Saflafo saat memberikan keterangan alasan dan arti lagu adat Wyoun dan tarian Worok yang dibawakan mereka saat acara peresmian gedung gereja baru Jemaat GKI Markus Kohoin.
Penulis menyadari bahwa sebutan dengan bahasa daerah sangat sulit karena penyebutannya yang banyak menggunakan huruf mati maka kami coba untuk mengartikan dengan bahasa Indonesia yang tentunya sesuai dengan apa yang dijelaskan tokoh-tokoh adat kepada penulis.
1. Burung Gunung Halele
Lagu Ini menceritakan tentang burung Halele yang hanya ada di daerah dataran tinggi (pengunungan) artinya jemaat Tuhan yang ada di jemaat Markus mayoritas orang yang asalnya dari dataran tinggi (pegunungan) sawiat dan sekitarnya. Ada juga sebutan beberapa jenis rotan yang ada di daerah pegunungan. Rotan itu melambangkan pembangunan. Jaman itu orang tua-tua tidak mengenal paku dan lain sebagainya tetapi untuk membangun rumah Wyoun mereka hanya menggunakan tali rotan untuk mengikat kayu-kayu yang akhirnya akan menjadi rumah adat Mbolfle untuk melaksanakan pendidikan Wyoun. Artinya rumah Tuhan Markus Kohoin yang dibangun membutuhkan banyak bahan sehingga warga jemaat dengan susah payah berjuang mencari dana untuk membangun rumah Tuhan hingga selesai.
2. Pohon Yihin dan buahnya yang medatangkan banyak burung dari yang besar hingga kecil untuk memakan buah dari pohon Yihin tersebut. Pohon Yihin diartikan sebagai gereja yang didalamnya ada buah-buah kehidupan sehingga warga jemaat yang diidentikan burung harus berbondong-bondong datang untuk menikmati buah-buah kehidupan yang ada didalam rumah Tuhan itu.
3. Bubu, Noken dan Koba-koba.
Cerita Bubu, noken dan Koba-koba itu mereka nyanyikan untuk mengartikan mimbar gereja yang berbentuk Noken dan Koba khas suku tehit Sfa. Artinya bahwa noken mampu mengisi hasil kebun ataupun makanan dengan begitu banyaknya pada jaman itu. Noken juga dipakai untuk menyimpan hal-hal sakral yang tidak mudah diambil sembarang orang, hanya orang-orang khusus saja yang bisa melihat dan mengambil apa yang ada didalam noken tersebut. Sedangkan bubu sebagai alat tradisional suku tehit yang dipakai sebagai alat penangkap ikan dan udang. Bubu biasanya ditaruh di sungai dan mampu menangkap banyaknya ikan dan udang. Lagu ini juga menggambarkan tentang rumah Tuhan yang baru dibangun dengan kapasitas yang besar sehingga mampu menampung begitu banyaknya warga jemaat yang datang memuji dan menyembah Tuhan.
Demikian ulasan singkat mengapa tarian adat suku tehit Sfa "Worok" dan nyanyian lagu adat Wyoun bisa dibawakan pada acara peresmian gedung gereja baru Jemaat GKI Markus Kohoin Klasis Teminabuan. Semoga bermanfaat untuk kita semua (RED.MFT/JD).
0 Komentar
Silahlan tulis komentar anda