MEDIA FAJAR TIMUR. COM - Deforestasi atau pembabatan hutan yang terjadi di Papua semakin meluas. Laporan dari Earth Observatory Nasa memotret gambar wilayah hutan dari satelit, terlihat bidang luas hutan yang sudah botak.
Gambar itu perbandingan antara wilayah hutan pada 20 November 2002 dengan kondisi 27 November 2019. Merujuk pada laporannya data itu menunjukan banyaknya wilayah hutan yang hilang selama satu dekade terakhir.
Baca Juga : Anggota Komnas HAM ikut Saksikan Antrean Panjang BBM di Sorong Papua Barat
Meski situasi sedikit berubah, deforestasi menurun pada tahun 2017 - 2019, menurut data Global Forest Watch. Dimana perubahan itu berdasarkan analisis yang dikumpulkan gambar satelit yang diproses tim dari Universitas Maryland.
Padahal Papua merupakan pemilik hutan tropis terbesar terbesar setelah Amazon Brazil dan Congo Basins.
Meski deforestasi melambat di pulau besar lainnya seperti Sumatera dan Kalimantan, laporan itu menunjukan ada pergeseran ke daerah lain. Salah satunya Papua.
Baca Juga : Benda Diduga Bom Meledak di Rumah Orang Tua Veronica Koman
Medan terjal di Papua dan kelangkaan infrastruktur telah menyebabkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pada wilayah itu lebih rendah daripada provinsi lain. Namun beberapa tahun terakhir terlihat pembangunan sudah mulai digencarkan pemerintah.
Gambar itu menunjukan pembukaan hutan di sepanjang sungai Digul dekat Banamepe. Area yang dibuka antara tahun 2011 - 2016.
Berdasarkan data perubahan hutan dari Kampus Maryland terjadi pada bagian selatan Papua. Dimana memiliki dataran rendah dan hutan rawa yang telah dibangun beberapa perkebunan besar. Deforestasi skala besar terjadi pada daerah ini selama dua dekade terakhir, termasuk dekat kota sungai Tanahmerah.
Baca Juga : Kominfo Siapkan Aturan Dorong Facebook – Google Bayar Konten Berita
Ilmuan Remote Sensing David Gaveau menulis dalam studi terbarunya tentang tren deforestasi Papua. Sepertiga bagian bawah peta hutan bertransisi menjadi sabana dan padang rumput, dan beberapa kemungkinan terkait dengan kebakaran hutan musiman.
"Perlambatan di Sumatera dan Kalimantan karena lahannya sudah habis yang cocok untuk pertanian dan perkebunan, juga harga lahan yang mahal," kata Analis Dari Organisasi Riset Nirlaba RTI International, Kemen Austin, yang juga sebagai penulis studi deforestasi Indonesia pada 2019.
Investasi baru pada infrastruktur, membuat perkebunan dan pertanian lebih menarik secara ekonomi pada wilayah ini.
Dari studi Gaveau, hampir 750 hektar hutan papua dibuka antara 2001 - 2019, atau sekitar 2% dari pulau itu. Dari jumlah itu 28% diantaranya dibuka untuk perkebunan industri sawit dan kayu pulp. 23% untuk ladang berpindah, 16% tebang pilih, dan 11% untuk sungai dan danau aliran perkotaan. Lalu 5% untuk kebakaran, dan 2 % untuk pertambangan (*)
Red/CS
0 Komentar
Silahlan tulis komentar anda