MEDIA FAJAR TIMUR.COM - Tim Advokasi untuk Demokrasi, koalisi yang terdiri dari sembilan lembaga swadaya masyarakat, menyerahkan bukti hasil riset mengenai dugaan keterlibatan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Maves) Luhut Binsar Pandjaitan, terhadap aktivitas pertambangan di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua.
Hasil riset diserahkan ke Polda Metro Jaya, Rabu (23/3), sebagai dukungan terhadap Direktur Lokataru Haris Azhar, dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti. Kedua aktivis hak asasi manusia ini telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik, yang dilaporkan Luhut.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur, tindakan yang dilaporkan Luhut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap suara kritis dari masyarakat, yang ingin mengungkap dugaan terjadinya suatu tindak pidana.
"Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops militer Intan Jaya", Isnur menjelaskan bahwa posisi Fatia merupakan perwakilan yang ditugaskan koalisi untuk menjelaskan hasil riset sembilan organisasi kepada masyarakat.
Baca Juga : Biaya Politik Tinggi Picu Korupsi di Daerah
Koalisi ingin masyarakat juga dapat memahami isi riset tersebut. "Fatia mewakili kami, 9 organisasi, untuk menjelaskan secara mudah dan dengan data-data yang sudah kami sajikan, dengan penelusuran bukti yang kuat," terang Isnur.
Pada Agustus tahun lalu, sembilan organisasi yang tergabung dalam gerakan #BersihkanIndonesia, yakni Pusaka Bentara Rakyat, LBH Papua, WALHI Papua, Greenpeace Indonesia, YLBHI, WALHI, KontraS, JATAM dan Trend Asia, meluncurkan laporan riset berjudul “Ekonomi Politik Penempatan Militer di Papua Kasus Intan Jaya.”
Laporan ini berisi analisis mengenai pengerahan militer secara ilegal di kawasan Papua, yang telah memicu meningkatnya konflik bersenjata.
Selain itu, mengungkap penempatan posisi pos militer dan kepolisian, yang berada di sekitar konsesi tambang dan teridentifikasi memiliki kaitan dengan para jenderal termasuk Luhut.
"Ada pelanggaran, ada skandal, dugaan kuat kejahatan di sana," ucap Isnur.
Isnur juga menyayangkan sikap kepolisian, yang justru langsung merespon laporan Luhut mengenai pencemaran nama baik ini, tetapi tidak menerapkan standar yang sama terhadap laporan serupa yang mereka serahkan sebelumnya.
Baca Juga : Versi sinetron RUSIA vs UKRAINA ,apa penyebabnya
Terkait kasus ini, Haris Azhar dan Fatia disangka melanggar Pasal 45 juncto Pasal 27 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sebelumnya, Menko Maves Luhut Binsar Pandjaitan telah membantah mengenai keterlibatannya dalam bisnis tambang di Papua.
Saat melaporkan Haris Azhar dan Fatia, Luhut menyarankan kedua aktivis itu untuk melihat harta kekayaan miliknya yang sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia juga mempersilakan Haris Azhar untuk membuka data bisnis tambang emas di Intan Jaya, Papua. Ia meyakini data tersebut tidak akan membuktikan apapun.
"Silakan saja di media sekarang. Dari sekarang juga bisa buka di media kok," kata Luhut usai menjalani klarifikasi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin 27 September tahun lalu.
Luhut menegaskan keputusan untuk melaporkan dua aktivis itu karena keduanya tidak kunjung meminta maaf.
"Ini saya kira penting. Jadi, pembelajaran untuk semua jangan sembarang ngomong. Jangan berdalih hak asasi manusia atau kebebasan berekspresi yang membuat orang lain jadi susah, tidak boleh begitu," kata Luhut. (*)
Red/CS
0 Komentar
Silahlan tulis komentar anda