MEDIA FAJAR TIMUR.com -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan, Baleg menyetujui Rancangan Undang-Undang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya setelah mengadakan rapat pleno atas hasil RUU tersebut di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/5/2022).
"Kami meminta persetujuan kepada rapat, apakah hasil harmonisasi Provinsi Papua Barat Daya dapat disetujui?" kata Baidowi dalam rapat.
"Setuju," jawab para peserta rapat yang diiringi ketukan palu.
Pria yang akrab disapa Awiek itu kemudian menjelaskan bahwa terdapat delapan fraksi yang setuju pada pembentukan RUU Provinsi Papua Barat Daya.
Hanya satu Fraksi yaitu Fraksi Partai Demokrat yang menolak menyetujuinya.
"Satu fraksi yakni Fraksi Partai Demokrat meminta dikembalikan kepada pengusul untuk disempurnakan kembali," ujar dia.
Dalam rapat, anggota Baleg dari Fraksi Demokrat, Debby Kurniawan menyampaikan alasan pihaknya tidak setuju.
Pertama, Fraksi Demokrat berpandangan bahwa diperlukan evaluasi pelaksanaan dari UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Menurut Fraksi Demokrat, UU tersebut usianya belum genap satu tahun agar implementasi positif terlihat rakyat.
"Evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 setidaknya dilakukan setiap tahun selama minimal tiga tahun jalan pelaksanaannya, sehingga dapat diketahui dampak dan manfaat dari UU tersebut," kata dia.
"Termasuk juga mengetahui apakah memang pemekaran wilayah ini sangat diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan dan kemajuan kehidupan rakyat Papua," ucap Debby.
Kemudian, Fraksi Partai Demokrat meminta pemekaran wilayah Papua lebih mendengarkan suara aspirasi masyarakat Papua secara lebih mendalam.
Hal ini karena akan berdampak pada kondisi sosial, adat, dan budaya masyarakat setempat.
"Fraksi Partai Demokrat berpandangan dalam pembentukan provinsi baru perlu memperhatikan kondisi keuangan negara, jangan sampai negara semakin terbebani dengan defisit anggaran," ucap Debby.
Sebab, kata dia, persiapan pembentukan hingga penyelenggaraan daerah otonomi baru (DOB) membutuhkan dana hingga triliunan rupiah.
Padahal, menurut Debby, keuangan negara masih mengalami defisit yang bertambah setiap tahunnya.
"Selain itu, saat ini negara memiliki kewajiban dan kebutuhan dalam pembangunan ibu kota negara, sehingga untuk mengkaji pemekaran daerah terlebih dahulu harus menyelesaikan persoalan anggaran," tuturnya. (*)
Red/CS
0 Komentar
Silahlan tulis komentar anda