Ketua PA.GmnI Papua Barat,Yosep Titirlolobi |
MEDIA FAJAR TIMUR.COM,SORONG, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Papua Barat Yosep Titirlolobi menanggapi Statement Walikota Sorong di beberapa media yang mengatakan bahwa tidak adil Pemerintah Pusat memekarkan Papua tanpa Papua Barat.
Yosep mengatakan hal ini sama, ketika rakyat balik bertanya kepada Walikota Sorong, yang dianggap tidak adil ketika mengajukan pinjaman ratusan miliar rupiah ke salah satu bank di Jayapura atas nama, pemerintah kota Sorong (Pemkot). Tanpa Walikota Sorong memberitahukan kepada masyarakat dan pinjaman uang itu untuk membangun apa di kota Sorong.
"Seharusnya Walikota Sorong, sadar bahwa masyarakat di kota Sorong raya tidak ingin ada lagi pemekaran provinsi di wilayah Papua Barat. Jadi jangan dipaksakan, mengingat wilayah Sorong raya dan lebih khususnya kota Sorong masi menjadi kota terkotor se-Indonesia," unjarnya dalam siaran pers yang diterima media ini, Sabtu (14/05/2022).
Menurut Yosep, seharusnya Walikota Lambert Jitmau sudah tahu bahwa di DPR-RI pemekaran PBD ini tidak jadi, karena seharusnya yang urus pemekaran itu para tokoh adat, tokoh agama, utusan perempuan dan tokoh masyarakat itu baru betul. Bukan walikota Sorong sendiri yang menjadi ketua tim pemekaran, sehingga nanti dipikir pemekaran ini untuk rakyat atau untuk kepentingan walikota.
"Jadi sangat wajar kalau pemekaran Provinsi Papua Barat Daya ditolak di DPR RI," ungkap Yosep.
Dirinya menjelaskan, seharusnya Walikota Sorong juga di sisa masa jabatan 3 bulan harus menjelaskan kepada masyarakat kota Sorong tentang pinjaman Pemkot ratusan miliar itu digunakan untuk membangun apa, jangan sembunyi karena itu uang rakyat dan bukan uang walikota.
"Nanti dong bilang urus pemekaran tampil jadi pahlawan di depan datang Pemkot mau berhutang Walikota Sorong sembunyi-sembunyi agar masyarakat tidak tahu,"tandasnya.
Lanjut Yosep, dasar hukum Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sudah menegaskan sebagimana dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang menyebutkan bahwa, setiap orang berhak untuk memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
"Sementara Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah mengaris bawahi dengan tebal bahwa, salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan," jelas Yosep.
Artinya selama kepemimpinan walikota Sorong selama 10 tahun ini, informasi publik seperti APBD kota Sorong dan pinjaman Pemkot tidak perna diketahui oleh masyarakat kota Sorong dan ada ketakutan oleh pemerintah kota Sorong. Bilamana, masyarakat kota Sorong mengetahui maka akan ada fungsi kontrol dan pasti ada laporan dugaan-dugaan korupsi sehingga pengawasan itu bisa terkontrol.
"Apalagi Ketua DPRD sendiri adalah istri Walikota Sorong, dan sudah tentu bisa jadi opini masyarakat yang berkembang selama ini bahwa dorang utak atik APBD kota Sorong semaunya," pungkasnya. (Red/BK)
0 Komentar
Silahlan tulis komentar anda