Ticker posts

Loading...

Header Widget

Sawah Responsive Advertisement

Pendeta GKI, Dora Balubun Khawatir DOB Mendatangkan Konflik Di Wilayah Pemekaran Papua

Masyarakat dan Mahasiswa Papua, melakukan demonstrasi penolakan DOB di wilayah Papua beberapa waktu lalu. (Dok Ist)


MEDIA FAJAR TIMUR.COM,Jakarta -- Kepala Bidang Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) Sinode Gereja Kristen Injil (GKI) di Tanah Papua,Pendeta Dora Balubun khawatir dengan rencana pembentukan daerah otonomi baru (DOB) di tanah Papua.

Sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia, Pdt.Dora Balubun mewakili Sinode GKI di tanah Papua sangat khawatir dengan kehadiran DOB kabupaten maupun provinsi di tanah Papua. Pasalnya, pemekaran wilayah Kabupaten yang selama ini cenderung memicu konflik di Papua.

Ia membeberkan beberapa contoh  daerah yang dimekarkan setelah Undang-undang Otonomi Khusus Jilid I pada 2001. Beberapa daerah yang mimicu konflik itu di antaranya Kabupaten Intan Jaya, Nduga, Maybrat, Ilaga dan Kabupaten Pegunungan Bintan.

"Konflik hari ini di Papua, banyak justru sebenarnya paling besar dan sekarang ini begitu luas justru di daerah-daerah pemekaran itu," kata Dora dalam diskusi daring, Senin (13/6).

Pdt.Dora Balubun

Pdt.Dora mengakui, beberapa fasilitas publik memang dibangun di daerah yang telah dimekarkan dengan tujuan meningkatkan  pelayanan pemerintah. Fasilitas itu seperti kesehatan dan sekolah.

Ia menilai, setelah pemekaran itu, dibentuk pula lembaga keamanan seperti Polres, Kodim, Bahkan Polda dan Kodam dan sebagainya. Artinya, ada banyak aparat yang diturunkan.

Beberapa fasilitas, kata Dora, akhirnya tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Selama ini, banyak sekolah justru dijadikan markas aparat keamanan, sementara masyarakat malah tersingkir.

"Kehadiran aparat keamanan ini kemudian menghadirkan konflik baru," ujarnya lagi.

Ia melihat, seperti di Intan Jaya, warga bahkan harus mengungsi. Begitu pula di daerah pemekaran lainnya seperti Ilaga dan Puncak Jaya dan Nduga.

"Konflik terjadi di mana-mana. Dan masyarakat harus keluar (mengungsi)," paparnya.

Pdt.Dora mengatakan, tak mengherankan jika warga Papua melakukan perlawanan yang akhirnya melahirkan organisasi seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM).

"Mereka juga peduli mengapa rakyat harus sampai keluar. Jadi ini kekerasan bukan karena bahwa ada OPM di sana, tetapi karena rakyat keluar," ungkap Pdt Dora.

"Karena hadirnya aparat TNI dari Indonesia yang menggunakan fasilitas-fasilitas rakyat dan rakyat merasa terancam," imbuhnya.

Dora menyebut warga Papua takut dan khawatir karena pengerahan aparat pasca-pemekaran. Sebab, mereka merasa dipantau.

Dia pun khawatir jika ada lagi pemekaran (DOB), konflik di Papua akan terus bertambah.

"Mereka ke kebun harus lapor diri, apa yang harus dikerjakan harus diketahui oleh aparat dan sebagainya. Nah ini.

"Lalu kemudian, terjadi pembunuhan, terjadi saling penembakan antara aparat dan masyarakat sipil dan sebagainya yang mengakibatkan konflik terus terjadi di Papua sampai hari ini," kata Pdt.Dora.

Diketahui, pada April 2022, pemerintah dan DPR sepakat melakukan pemekaran tiga provinsi baru di Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah.

Rencana pemekaran DOB itu, menuai penolakan daru sejumlah pihak di Papua, demonstrasi terus dilakukan oleh mahasiswa dan orang asli Papua agar rencana itu diurungkan.(Red/BK)

Posting Komentar

0 Komentar