Fakta hari ini beberapa calon kepala daerah di Papua maju Kepala Daerah baik Walikota, Bupati maupun Gubernur membutuhkan uang yang banyak.
Untuk mencalonkan diri memerlukan uang yang tidak sedikit. Semakin banyak uang, peluang menang semakin besar juga.
Sementara kebanyakan calon kepala daerah khusus Papua tidak memiliki uang yang banyak, baik Bupati maupun Gubernur.
Hanya bermodalkan putra daerah atau anak asli yang mendorong mereka mencalonkan diri. Sementara maju kepala daerah dengan bermodalkan anak asli tidaklah cukup.
Selain modal anak asli, tapi uanglah yang menjadi penentu utama kelancaran pencalonan, mahar partai, kampanye, biaya tim, biaya saksi sampai menuju kemenangan.
Banyak calon kepala daeran yang hari ini mengalami krisis finansial, dan untuk mengatasinya, para calon pun mencari pendukung, pendonor, sponsor dan sebagainya.
Setiap donatur, atau sponsor dana tentunya memiliki tawaran dan perjanjian masing-masing, dengan saling memberi dan menerima, sama-sama saling menguntungkan.
Tidak ada makan siang yang gratis dalam perpolitikan. Para donatur pun akan menawarkan pembagian hasil jika si calonnya menang dan memimpin.
Tawaranya mulai dari pembagian APBD, APBN berupa paket proyek, ada juga yang menawarkan ijin investasi perkebunan, pertambangan, MIGAS, pertanian, galian C dan sebagainya.
Para calon yang memang membutuhkan uang untuk kemenanganya akan bersepakat dengan para pendonor atau sponsor dan perjanjian pun di buat dengan di bawa ke pihak Notaris sebagai pengikat.
Dalam pencalonananya, jika si calon kala, anggaplah berjudi pas nasib lagi sial, namun jika si calon menang maka akan di tagih untuk di tepati, jika tidak maka akan berujung ke urusan hukum.
Uang yang di berikan donatur itu, mulai dari belanja partai untuk dapat surat B1KWK sayarat utama mendaftar di KPU, dan surat dari partai itu tidak gratis, namun di bayar dengan nilai yang fantastis.
Setelah mendapat B1KWK kemudian di butuhkan biaya lagi untuk kampanye, biaya tim, biaya baliho, biaya makan, trasnportasi kampanye, darat, laut/sungai, udara dan sebagainya.
Biaya pilkada terbilang sungguh besar. Semakin besar biaya, semakin bersemangat orang kampanye bahkan mau datang ke TPS untuk mencoblos, dan itulah yang terjadi selama ini.
Dengan demikian jika ada Investor perkebunan, pertambangan, miras, masuk ke suatu wilayah dengan masif, maka jangan heran lagi, sebab bisa jadi itu karena ada kepala daerah yang sudah terjebak menerima uang saat pencalonan sehingga tidak bisa berbuat banyak.
Jika ada APBD yang sebagaian besar di kendalikan oleh kontraktor besar, maka bisa jadi karena kepala daerahnya terjebak dan berutang uang kampanye sehingga APBD menjadi taruhan.
Ada juga perjanjian Jabatan yang akan di berikan, jadi tidak mengherankan jika ada pejabat yang menjabat dengan posisi jabatan menggiurkan, itu juga bisa jadi karena orang tersebut berkontribusi besar pada proses pencalonan kepala daerah.
Hukum memberi dan di beri biasa terjadi dan itu sudah lazim, jadi tidak heran lagi menyaksikan hal itu terjadi selama pemerintahan berlangsung.
Oleh karena itu jika tidak mau terjebak dan terjerat oleh sebuah perjanjian, maka calon kepala daearah mesti memiliki uang sendiri dari usahanya atau dari pendapatanya, dari sakunya, dari rekeningnya, sehingga tidak di kendalikan atau di atur oleh sponsor maupun donatur.
Salam.....
Red/CS
0 Komentar
Silahlan tulis komentar anda